My Peace Maker

Kepada malam aku bercerita, pada langit ku lukiskan dan pada bintang ku titipkan, tentang sebuah kerinduan, kerinduan akan hadirmu disini bersamaku menemani keluh kesahku. Sudah lama tak ku sentuh kertas buram yang kerap kita baca dikala malam menjelang pagi. Kau selalu menatap kertas itu, meskipun aku mencoba mengganggunya dengan celotehku yang membisingkanmu. Tetap saja berfokus pada hal yang menyita perhatianmu itu. Aku jengkel lalu aku diam dan ikut menatap kertas buram lainnya serta berlaku sepertimu. Namun, aku menyukai hal itu, entah mengapa disaat kita saling terdiam, berkutat pada pikiran masing-masing akan isu pada kertas itu ada sebuah rasa yang belum kutemukan istilah yang tepat untuk menggambarkannya. Rasa hikmat, tenang, nyaman dan puas menjadi sebuah paket rasa yang indah. Setelah kau selesai kau lipat dan kau tata kertas itu, sambil menungguku selesai membaca, kau menanggapi celotehku yang tadi. Kau tertawa, tersenyum dan menyuruhku berisirahat lalu mengakhirinya dengan ucapan "selamat malam". Sepatuku ini, sudah tidak bisa dipakai lagi!, tapi kau selalu memperbaikinya agar aku bisa memakainya kembali. Sepatu ini robek lagi! tapi kau selalu menjahitnya agar aku bisa mengenakannya kembali, Sepatu ini sudah rusak! sepatu ini sudah usang! tapi kau masih mau memperbaikinya lagi, lagi dan lagi agar aku bisa menggunakannya kembali. Aku marah, aku sedih, aku jengkel, aku muak, aku benci dan aku murka dengan mereka. Aku ingin mengamuk dan melukai semuanya agar mereka tahu aku marah dan mereka sadar mereka salah. Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa aku hanya menggerutu, geregetan menahan amarah, aku ingin mengamuk dan berteriak sekenanya kepada mereka tapi tak ada gerakan dari tubuhku, tak ada kata yang keluar dari mulutku, aku hanya bisa pulang berlalu dan meninggalkannya. Sesampainya aku masih menahan amarah itu, hingga akhirnya kutemukan pundakmu untukku bersandar, kupeluk erat tubuhmu sekuat mataku menahan air mata yang sudah tak bisa lagi ku bendung. rasanya pedih tapi setelah itu dingin, masih kupeluk erat dirimu lalu kau mengusap kepalaku, meluluhkan keangkuhanku, meredam amarahku dan membuat senyum dalam tangisanku mengisyaratkan agar aku tegar dan sanggup untuk menata hati serta pikiranku. Tanpa kata, tanpa suara kau menasehatiku tentang kehidupan. Tanpa buku, tanpa pena, kau mengajariku berbagai banyak hal yang membuatku tahu bahwa aku adalah aku yang sedang berproses untuk menjadi lebih baik dengan bersyukur, sederhana dan apa adanya. Senyum, tawa, bergembira bernyanyi bersamamu ibarat air ditengah padang pasir, engkaulah sumber kebahagiaanku, terimakasih untukmu yang selalu menghebatkanku :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UHT 1 SEM 2

Hal Yang Perlu Diperhatikan Oleh Club Disigner dalam membuat web site